Pendidikan
Karakter
Pendidikan
karakter merupakan salah satu program yang sedang dicanangkan pemerintah untuk
membangun karakter para calon pemimpin bangsa. Pengertian dari Karakter menurtut
M. Furqon Hidayatullah mengutip pendapat Rutland (2009:1) yang mengemukakan
bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa Latin yang berarti
“dipahat”. Secara harfiah karakter artinya adalah kualitas mental atau
moral, kekuatan moral, nama atau reputasinya (Hornby dan Parnwell, 1972:49). Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa
karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya
kejujuran seseorang ; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif
tetap (Dali Gulo, 1982:29).
Menurut
Nursalam Sirajjudin, istilah karakter baru dipakai secara khusus dalam konteks
pendidikan pada akhir abad ke-18. Pencetusnya adalah FW. Foerster. Terminologi
ini mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan, yang
juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Pada saat itu, lahinya
pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi
ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme yang
dipelopori oleh filsuf Prancis, Auguste Comte.
Karakter
merupakan titian ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tanpa landasan
kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa kesadaran diri
akan menghancurkan. Karakter itu akan membentuk motivasi, yang dibentuk dengan
metode dan proses yang bermartabat. Karakter bukan sekedar penamplah lahiriah,
melainkan mengungkapkan secara implisit hal-hal yang tersembunyi. Karakter yang
baik mencakup pengetian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai
etika, serta meliputi aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan
moral.
Karakter
mulai dicanangkan menjadi bagian dari pendidikan Indonesia karena salah satu
tanggung jawab utama negara dan masyarakat dalam mempersiapkan kader masa depan
yang berkualitas ilmu, moral, mental dan perjuangan adalah dimulai dari lembaga
pendidikan. Sedangkan selama ini menurut Ali Ibrahim Akbar, praktik pendidikan
di Indonesia cenderung berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill
(keterampilan teknis), yang lebih bersifat mengembangkan Intellegence quotient
(IQ). Sedangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional Intellegence
(EQ), dan spiritual intellegence (SQ) sangat kurang. Pelajaran di berbagai
sekolah bahkan perguruan tinggi, lebih menekankan pada perolehan nilai ulangan
maupun ujian. Banyak guru yang berpandangan bahwa peserta didik dikatakan baik
kompetensinya apabila nilai hasil ulangan atau ujiannya tinggi.
Seiring
dengan perkembangan zaman, pendidikan yang hanya berbasis hard skill dan
menghasilkan lulusan yang berprestasi dalam bidang akademis harus mulai dibenahi.
Sekarang, pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill
(interaksi sosial). Sebab ini sangat penting dalam pembenyukan karakter anak
bangsa yang mampu bersaing dan beretika. Dengan pendidikan soft skill yang
bertumpu pada pembinaan mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri
dengan realitas kehidupan.
Selain
itu, kesuksesan seseorang tidak selalu ditentukan oleh pengetahuan dan
keterampilan (hard skill), tetapi juga keterampilan mengelola diri dan orang
lain (soft skill). Faktor lain yang menjadikan pendidikan karakter sangat
penting untuk dipraktikan adalah adanya problem akut yang menimpa bangsa ini.
Karakter generasi muda sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan.
Moralitas bangsa ini sudah lepas dari norma, etika, dan budaya luhur. Seks
bebas menjadi fenomena tanpa bisa dibendung sedikitpun. Kaum pelajar masuk pada
budaya negatif destruktif ini.
Pihak
sekolah harus bekerja sama dengan keluarga, masyarakat, dan elemen bangsa yang
lain demi suksesnya agenda besar menanamkan karakter kuat kepada peserta didik
sebagai calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang.
Sumber
Bacaan:
Asmani, Jamal Ma’muri. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah. Yogyakarka : DIVA Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar